Sejarah Pembukuan Al-Qur’an
1. Periode Nabi Muhammad SAW
Alqur’an merupakan
sumber ajaran islam yang diwahyukan kepada rasulullah secara mutawatir
pada saat terjadi suatu peristiwa, disamping rasulullah menghafalkan
secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada
sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu turun
Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal
karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan penulisan,
sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an untuk di
milikinya sendiri diantara sahabat tadi , para sahabat selalu
menyodorkan al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan
tulisan-tulisan. Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat
terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di
pelepah-pelepah kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping
tulang hewan, meskipun al-qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah
tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf,
Pada saat itu memang
sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam didalam dada para sahat
dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat. Dan
tidak dibukukan didalam satu mushaf di karenakan rasulullah masih
menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat
Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama Al-Qur’an
segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan ketika
ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang
lain.
2. Periode Abu Bakar r.a
Ketika rasullulah
wafat dan kekholifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, banyak dari kalangan
orang islam kembali kepada kekhafiran dan kemurtatan, dengan jiwa
kepemimpinannya umar mengirim pasukan untuk memerangi. Tragedi ini
dinamakan perang Yamamah (12 H),yang menewaskan sekitar 70 para Qori’dan
Hufadz. dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawatir
Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan
kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk membukukan
Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu
Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa rasulullah,
dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an
umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi allah ini adalah baik” dengan
terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar diterima. Abu Bakar
menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit . Pada awalnya Zaid
bin Tsabit menolaknya dikarenakan pembukuan Al-Qur’an tidak pernah
dilakukan pada masa rasulullah sebagaimna Abu Bakar menolaknya. Zaid bin
Tsabit dengan kecerdasannya mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang
teguh terhadap para Hufadz yang masih tersisa dan tulisan-tulisan yang
tadinya ditulis oleh Zaid atas perintah rasullullah. Zaid sangat
hati-hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok
ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada
Abu Bakar, dan beliau menyimpannya sampai wafat. Yang kemudian dipegang
oleh umar Bin Khattab sebagai gantinya kekhalifaan.
3. Periode Umar Bin Khattab
Pada masa masa Umar
Bin Khattab tidak terjadi penyusunan dan permasalahan apapun tentang
Al-Qur’an karena al-Qur’an dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak
ada perselisihan dari kalangan sahabat dan para tabi’in. dimasa
kekhalifaan umar lebih konsen terhadap perluasan wilayah, sehingga ia
wafat. Yang selanjutnya kekhalifaan jatuh ketangan Ustman bin Affan.
4. Periode Ustman Bin Affan
Semakin
banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin
beraneragamlah pula pemeluk agama islam, disekian banyaknya pemeluk
agama islam mengakibatkan perbedaan tentang Qiro’ah antara suku yang
satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah
yang paling benar. Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan
kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab
dalam membaca Al-Qur’an menurut dialeknya masing-masing. Hufaidzah bin
Yaman yang pernah ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan
Azabaijan bersama penduduk Iraq. Telah melihaT perbedaan tentang Qiro’ah
tersebut. Setelah pulang dari peperangan. Hufaidzah menceritakan adanya
perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia mengusulkan
untuk segera menindak perbedaan dan membuat kebijakan, dikhawatirkan
akan terjadi perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci,
seperti perbedaan yang terjadi dikalangan orang yahudi dan Nasrani yang
mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat. Selanjutnya
Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.
Ustman
Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada
dirumah Hafsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek
Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke hafsah. Ustman Bin Affan
menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6
mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah,
Basrah dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman
dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf
Ustmani, demikian terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya
pembaruan mushaf pada masa ustmani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar